Pengenaan dan
penghitungan
PPh Pasal 21 yang bersifat final.
Tahukah kamu kalau pemotongan PPh pasal 21 itu ada yang bersifat final dan tidak final??
maksudnya???
okay, kalau pph yang tidak final ya seperti pemotongan pajak biasa jika kamu seorang karyawan yang nerima penghasilan tiap bulan, nah nanti kan dapat bukti potong tuh, natisebagai kredit pajak saat perhitungan di SPT akhir tahun..
Kalau final itu berarti pajak yang dipotong dan disetor ke negara itu sudah sebagai pelunasan pajak atas penghasilan yang kamu terima. jadi penghasilannya ya gak dihitung lagi untuk ngitung pajakmu akhir tahun.
Nah pajak yang dipotong dan bersifat final itu bisa pasal 4 ayat (2) ==> -sewa tanah dan bangunan, bunga tabungan, hadiah undian dll.- bisa juga pasal 21.
PPh 21 ada yang bersifat final???
ada donk...yuk cari tahu..:-)
PPh
pasal 21 yang pemotongannya bersifat final terbagi menjadi 2. Dalam pedoman
teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 yang
tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-31/PJ/2009 dan
perubahannya PER -57/PJ/2009 telah disebutkan
yaitu pada pasal 17 dan pasal 18:
- Pasal 17
Yaitu pengenaan PPH
pasal 21 bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia, anggota kepolisian Negara Republik Indonesia, serta para
pensiunannya atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD
Adapun ketentuan khusus yang dimaksud mengacu pada
ketentuan peraturan terbaru adalah PP
no. 80 tahun 2010 yang berlaku mulai 1 januari 2011 dengan peraturan
pelaksanaanya adalah PMK 262 tahun 2010.
PP no. 80 tahun 2010 ini sekaligus mencabut PP no. 45 tahun 1994. Isi peraturan
ini menjelaskan pengenaan PPh 21 bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Para Pensiunan atas Penghasilan
yang Dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah terbagi
menjadi final dan tidak final.
Tidak final
Tidak final apabila gaji, uang pensiun dan tunjangan lain yang
sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan dikenakan pemotongan PPh 21 dengan tarif pasal 17
ayat 1 huruf (a) UU pajak penghasilan.
Final
Dijelaskan pada pasal 4 yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
terutang atas penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban
APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium
atau imbalan lain tersebut.
Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut dipotong pajak bersifat final dengan tarif sebesar:
a)
0% (nol
persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS
Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat
Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;
b)
5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium
atau imbalan lain bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan
Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya;
c)
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto
honorarium atau imbalan lain bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI
dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan
Pensiunannya.
Catatan:
Tamtama adalah
golongan pangkat ketentaraan dan kepolisian yang
paling rendah, mulai dari Prajurit Dua / Kelasi Dua / Bhayangkara Dua sampai Kopral Kepala / Ajun Brigadir Polisi.
Bintara adalah
golongan pangkat ketentaraan dan kepolisian yang
lebih rendah dari Letnan Dua / Inspektur
Polisi Dua, dan lebih tinggi dari Kopral Kepala / Ajun Brigadir Polisi.
Perwira Pertama (sering
disingkat Pama)
merupakan golongan pangkat perwira yang paling rendah, terdiri dari Letnan Dua, Letnan Satu dan Kapten
(di TNI), sedangkan di POLRI adalah Inspektur Dua, Inspektur Satu dan Ajun
Komisaris Polisi.
Perwira Menengah (sering
disingkat Pamen)
merupakan golongan pangkat perwira di antara perwira pertama dan perwira
tinggi, terdiri dari Mayor, Letnan Kolonel dan Kolonel
( pada TNI), sedangkan di POLRI adalah Komisaris, Ajun Komisaris Besar dan Komisaris Besar.
Pada
TNI hal ini ditandai dengan pemakaian bintang di pundak. Masing-masing
kecabangan militer memiliki istilah tersendiri, seperti TNI-AD menggunakan
Jenderal, TNI-AL menggunakan Laksamana,
dan TNI-AU menggunakan Marsekal.
Pada
POLRI hal ini ditandai dengan pemakaian bintang di pundak. Polri menggunakan
pangkat dari yang terendah adalah Brigadir Jenderal, Inspektur Jenderal, Komisaris Jenderal dan Jenderal.
Contoh perhitungan:
Pranata adalah PNS golongan III/d, pada bulan Maret
2011 menerima honorarium sebagai narasumber sebuah seminar yang sumber
dananya berasal dari APBN sebesar Rp 5.000.000,00.
|
|||
ð PPh Pasal 21 Final
yang terutang:
|
|||
5% x
Rp5.000.000,00 = Rp 250.000
|
|||
Catatan:
|
|||
a.
|
PPh Pasal 21 atas honorarium sebagai nara sumber
sebagaimana dimaksud pada butir II.A tidak ditanggung pemerintah dan dipotong
PPh Pasal 21 bersifat final.
|
||
b.
|
Bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium
wajib:
|
||
1)
|
memotong PPh Pasal 21 Final dan menyetorkannya ke
bank persepsi atau Kantor Pos;
|
||
2)
|
membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final paling
lama akhir bulan dilakukan pembayaran;
|
||
3)
|
melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 Final melalui penyampaian
SPT Masa PPh Pasal 21.
|
||
Adadeh , PNS Golongan II/d, pada tanggal 21 Maret 2011 menerima
honorarium sebagai salah satu anggota Tim Kerja sebesar Rp 1.500.000,00,
selama 6 bulan.
|
|||
PPh Pasal 21
Final yang terutang:
|
|||
0% x Rp1.500.000,00 = Rp 0,00
|
|||
Catatan:
|
|||
Walaupun PPh Pasal 21 Final yang dipotong Rp0,00, Bendahara pemerintah
wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final paling lama akhir bulan
Maret 2011 .
|
Yaitu Pengenaan PPh pasal 21 bagi pegawai atas uang pesangon, uang
manfaat pensiun, tunjangan Hari tua yang dibayarkan secara sekaligus.
Ketentuan
khusus yang dimaksud ini tercantum dalam peraturan
pemerintah no. 68 tahun 2009 dengan peraturan pelaksanaannya adalah PMK
no. 16 tahun 2010. Adapun dijelaskan pada pasal 2 yaitu:
1)
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan
sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat
final.
2)
Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan
Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dianggap dibayarkan sekaligus
dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) tahun kalender.
Sehingga
atas pengenaannya dikenakan PPh pasal 21 yang dipotong bersifat final. Besarnya tarif pemotongannya
dibagi atas:
·
Pasal 4
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai
berikut :
1)
0% (nol persen) atas
penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
2)
5% (lima
persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) - Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
3)
15% (lima belas persen) atas
penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)- Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
4)
25% (dua
puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.00
(lima ratus juta rupiah).
·
Pasal 5
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari
Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:
1)
0% (nol persen) atas
penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah);
2)
5% (lima
persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
Catatan:
Seperti yang telah disebutkan diatas, pemotongan dapat bersifat
final jika dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. Apabila
dibayar melebihi 2 tahun, maka pembayaran pada tahun ketiga dan/atau
tahun-tahun berikutnya dilakukan dengan menerapkan tarif pada pasal 17 ayat 1
huruf (a) UU Pajak Penghasilan dan bersifat tidak final.
CONTOH
PERHITUNGAN:
Tigael bekerja sebagai pegawai tetap pada PT. Asgar Manah sejak tahun 1980.
PT. STANERS telah mengikutkan program pensiun untuk seluruh pegawainya
dengan membentuk Dana Pensiun PT. STANERS. Pada bulan Januari 2010, Tigael terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menerima pembayaran Uang
Pesangon sebesar Rp 600.000.000,00 dari PT. STANERS.
Selain
itu, Tigael berhak atas manfaat pensiun sebesar Rp 300.000.000,00 dari
Dana Pensiun PT. STANERS. Tigael meminta pembayaran sekaligus atas
manfaat pensiun sebesar 20% dari manfaat pensiun dan sisanya (80% dari manfaat
pensiun) dibayarkan secara bulanan. Dana pensiun PT. STANERS membayarkan
Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan sekaligus sebesar 20% x Rp 300.000.000,00
= Rp 60.000.000,00.
Penghitungan
PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon :
0%
x Rp 50.000.000,00 = Rp 0,00
5%
x Rp 50.000.000,00 = Rp
2.500.000,00
15% x Rp
400.000.000,00 = Rp
60.000.000,00
25% x Rp
100.000.000,00 = Rp
25.000.000,00 (+)
total pph dipotong = Rp
87.500.000,00
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus :
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus :
0% x Rp 50.000.000,00
|
=
|
Rp 0,00
|
5% x Rp 10.000.000,00
|
=
|
Rp 500.000,00 (+)
|
Jumlah
|
Rp 500.000,00
|
Sedangkan
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pembayaran 80% dari manfaat
pensiun yang dibayarkan secara bulanan berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor
252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
- Contoh
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon yang Dibayarkan Secara
Bertahap
Apabila
PT. STANERS melakukan pembayaran Uang Pesangon kepada TIGAEL secara bertahap dengan jadwal pembayaran sebagai berikut :
a.
|
Bulan Januari 2010
|
Rp 240.000.000,00
|
b.
|
Bulan Januari 2011
|
Rp 120.000.000,00
|
c.
|
Bulan Juli 2011
|
Rp 120.000.000,00
|
d.
|
Bulan Januari 2012
|
Rp 120.000.000,00
|
maka Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang :
a.
|
Bulan Januari 2010 :
|
||
0% x Rp 50.000.000,00
|
=
|
Rp
0,00
|
|
5% x Rp 50.000.000,00
|
=
|
Rp
2.500.000,00
|
|
15% x Rp 140.000.000,00
|
=
|
Rp 21.000.000,00 (+)
|
|
Rp 23.500.000,00
|
|||
b.
|
Bulan Januari 2011 :
|
||
15% x Rp 120.000.000,00
|
=
|
Rp
18.000.000,00
|
|
c.
|
Bulan Juli 2011 :
|
||
15% x Rp 120.000.000,00
|
=
|
Rp
18.000.000,00
|
|
d.
|
Bulan Januari 2012 :
|
||
Oleh karena pembayaran Uang Pesangon sudah memasuki tahun ketiga maka tarif
PPh Pasal 21 untuk Uang Pesangon yang dibayarkan pada bulan Januari 2012
adalah Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dan
pemotongan PPh 21 pada bulan Januari 2012 tidak bersifat Final.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bulan Januari 2012 : |
|||
5% x Rp 50.000.000,00
|
=
|
Rp
2.500.000,00
|
|
15% x Rp 70.000.000,00
|
=
|
Rp 10.500.000,00 (+)
|
|
Jumlah
|
=
|
Rp
13.000.000,00
|
2 komentar:
tanya bagi honor nara sumber yang taripnya perjam tapi dibayar perbulan tarip pph finalnya berapa persen
tanya bagi honor nara sumber yang taripnya perjam tapi dibayar perbulan tarip pph finalnya berapa persen
Posting Komentar