WELLCOME TO MY BLOG..

silahkan dibaca...

WANT TO KNOW ABOUT ME?

just click above!

THIS IS UNDER CONSTRUCTION

Go to BELOW and READ that. I'm so sorry..

This SPACE ARE AVAILABLE for ADVERTISING

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 22 Juni 2012

Secercah Kisah yg Tak Pernah Diliput Media


Masih banyak yang memiliki dedikasi dan harga diri..
Berilah ruang bagi mereka, karena mereka hanya bagian dari birokrat..
Tugas mereka hanya bekerja, mereka tidak diijinkan untuk bicara...

Jangan Pernah Berhenti Untuk Mencintai Negeri Ini..
-Sri Mulyani Indrawati-


Hari ini saya hanya ingin sekedar berbagi cerita nyata tentang kisah Pegawai Pajak yang tidak pernah diungkap oleh media.
sekian dari puluhan ribu orang yang berusaha mencari uang untuk negara tercinta kita..


cerita ini saya kutip dari pemilik akun Kompasiana.com dengan ID (http://www.kompasiana.com/idjon_djanbi)

==================================================

Saya tergelitik untuk mencoba menulis, walaupun saya tidak pandai melakukannya, mungkin ini disebabkan seringnya media memberitakan kebobrokan yang ada pada Ditjen Pajak, instansi dimana adik saya bekerja.

Adik saya, memiliki sedikit kemiripan dengan Dhana Widyatmika, dimana suami istri bekerja sebagai pegawai Ditjen Pajak dan kami juga merupakan anak perwira TNI.



Saya banyak mengetahui kehidupan pribadi adik saya, semenjak tugas pertamanya hingga saat ini - sudah belasan tahun, saya dan adik saya (atau keluarganya) tinggal di kota yang sama sehingga sering ada interaksi di antara kami.

Tidak ada yang luar biasa pada adik saya, kecuali kecintaannya pada negeri ini yang dia wujudkan dengan bekerja sebaik-baiknya, dia tidak terlalu peduli dengan kedudukan dan jabatan. Tidak pernah melihat keadaan orang lain yang  lebih baik darinya dengan kacamata iri hati.
Sebenarnya, adik saya cukup cerdas, kalau mau belajar, terbukti dia dapat memasuki perguruan tinggi negeri terkemuka di negeri ini, namun sayangnya belajarnya memang agak angin-anginan, sehingga prestasi di sekolahnya ya biasa saja. Dia mudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, hal itulah yang “menghambatnya” untuk meneruskan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi lagi.

Kehidupan keluarga adik saya terbilang biasa saja, alhamdulillah dia beristrikan sesama pegawai yang memiliki komitmen yang sama sebagai abdi Negara ditambah dengan ketaatan mereka beribadah, menjadikan mereka tidak silau dengan godaan yang ada di sekeliling mereka dalam melaksanakan pekerjaannya.

Sejak kecil kami hidup sederhana, walaupun almarhum ayah kami merupakan seorang Kolonel TNI-AD, dan bahkan di masa perang kemerdekaan pernah menjadi anak buah Pak Harto di Wehrkreise III Yogyakarta. Kejujuran menjadi nafas beliau sehari-hari dan hidup sederhana menjadi kebanggaannya, walaupun sebagai anggota TNI-AD yang pada masa orde baru merupakan warga Negara kelas satu dapat saja beliau mendapatkan penghasilan lebih, namun beliau lebih suka menikmati hidup seperti itu.
Kembali ke adik saya, sedikit banyak almarhum ayah kami menurunkan sifatnya kepada dia, kejujuran dan “tidak ingin macam-macam” dalam bekerja, di saat-saat melaksanakan tugasnya tidak jarang dia mendapatkan tawaran sejumlah uang dari wajib pajak yang diperiksanya, namun dia tolak dengan halus.

Keadaan saya dan saudara-saudara saya yang lain secara ekonomi tidak terlalu baik, terlebih kakak perempuan saya, yang bersuamikan seorang guru honor suatu SD Negeri, jujur saja, jika sedang mengalami kesulitan uang, seringkali kami bermaksud meminjam uang kepadanya, berharap, barangkali adik saya punya kelebihan uang. Kadang diberikan pinjaman, dengan pesan: “Kalau bisa dikembalikan ya! Kalau tidak bisa berarti saya yang mengalah, dengan mengurangi jatah makan siang di kantor…” Begitu dia mengatakan, sambil tersenyum.

Jika tidak dapat memberikan pinjaman, dia minta maaf dan seringkali berpesan untuk sabar dengan kondisi kami yang seperti ini, “Mudah-mudahan di hari nanti kita semua mendapatkan keadaan yang lebih baik lagi dibandingkan saat ini, Allah Maha Adil” katanya.

Adik saya, memang tidak mau memberi makan keluarganya dari hasil yang tidak berkah, ia meyakini, hasil yang tidak berkah akan turut mempengaruhi pertumbuhan anak-anak walaupun kesempatan itu berulang kali ada, namun ia berkeyakinan bahwa rejeki telah ada yang mengatur, baginya rejeki tidak selalu berkorelasi dengan materi, kesehatan dan kemudahan adalah contohnya. Di dalam diri adik pula saya melihat bahwa baginya materi bukan segalanya, walaupun materi memang penting. Pernah suatu ketika ia bercerita, bahwa ia baru saja menyuruh pulang seorang wajib pajak, yang membawa satu travelling bag berisi penuh uang yang semula ditujukan untuknya, ia menolak untuk menerima, walaupun saat itu kami memang sedang membutuhkan uang untuk biaya pengobatan rumah sakit bagi orangtua kami. Adik saya hanya sedih, kenapa godaan baginya sangat berat di saat ia membutuhkan.

Saya bangga terhadap integritas adik saya dan itu terjadi jauh-jauh hari sebelum reformasi didengungkan oleh para petinggi negeri. Terhadap teman-teman seangkatannya yang tinggal di kota yang sama di Jawa Timur, adik sering memperkenalkan mereka kepada saya, dari interaksi tersebut pun saya  mengetahui bahwa ternyata adik saya tidak sendirian mengambil sikap, saya yakin seyakin-yakinnya, apabila hal tersebut dijaga insya Allah negeri ini menjadi penuh berkah.
Di alam reformasi ini Ditjen Pajak hanya merupakan sub-sistem dari suatu sistem, dimana satu bagian akan terkait dengan bagian lainnya. Tidak mungkin perbaikan akan terjadi hanya di dalam sub-sistem tersebut tanpa diimbangi oleh bagian lain. Menurut pendapat saya, berbenahnya Ditjen Pajak merupakan gangguan bagi sistem lain yang tidak ingin berubah dan masih menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka, untuk itulah pihak-pihak lain tersebut selalu berkepentingan untuk menganggu kinerja Ditjen Pajak, tanpa pernah memikirkan efek yang lebih besar, yaitu terganggunya penerimaan Negara dari sektor perpajakan.

Kasus-kasus Ditjen Pajak yang ditimbulkan oleh pihak lain tersebut dapat kita lihat merupakan perbuatan masa lalu, itu pun harus dibuktikan kebenarannya terlebih dahulu. Kasus Gayus, Bahasjim, Denok serta Dhana yang terakhir adalah perbuatan masa lalu, bukan pada saat reformasi perpajakan telah digulirkan. Hanya Ditjen Pajaklah satu-satunya institusi yang menerapkan whistle blowing system. Tidak ada satu pun institusi pemerintah yang menerapkan aturan sekeras itu kepada pegawainya sendiri.

Kepada pihak-pihak yang selalu menginginkan Ditjen Pajak terganggu kinerjanya, ingatlah selalu untuk menengok ke dalam diri masing-masing, seberapa jauh perbaikan yang sudah dilakukan. Apapun yang dilakukan, selama itu tidak didasarkan pada niat yang lurus akan mendapatkan kehancuran.

Mari kita semua berbenah, rekening gendut tidak hanya milik sebagian pegawai pajak, kejaksaan, kepolisian, TNI, anggota DPR seharusnya diperlakukan sama.
Selamanya, saya akan bangga terhadap adik saya sendiri, sebagai pemeriksa pajak, dia hanya menjalankan tugasnya berdasarkan Undang-undang, orang pajak bukan taat palak, seperti yang tertulis dalam cover majalah Tempo edisi kali ini, mereka hanya pegawai negeri biasa.
Saya juga meyakini, media-media yang memberitakan institusi Ditjen Pajak secara tidak berimbang memiliki kepentingan tertentu, terutama dalam membayar pajaknya.




ref : http://kneu.blogspot.com/2012/04/adik-saya-seorang-pemeriksa-pajak.html